KUDUS, ansorkudus.or.ID – PC GP Ansor menilai Satpol PP terlalu lamban dalam menindak pelanggaran yang dilakukan para pengusaha karaoke di Kudus. Sejak Perda 10 Tahun 2015 diundangkan, kita hitung sudah hampir 7 tahun umurnya namun dalam 7 tahun ternyata karaoke masih berdiri dan beroperasi di Kudus.
PC GP Ansor mempertanyakan ketegasan Bupati Kudus dalam menegakkan Perda ataupun perbup yang ada di Kudus. Aturan itu ada untuk ditaati bukan dilanggar atau dibiarkan.
“Pembiaran atas pelanggaran yang ada utamanya dalam penegakan Perda 10 Tahun 2015 terlihat nyata. Pemkab bermain-main dalam pusaran ini. Logikanya seharusnya dalam 7 tahun sudah tidak ada lagi karaoke beroperasi karena bangunan itu harusnya sudah rata dengan tanah,” ujar Sya’roni, Wakil Ketua Bidang Kebijakan Publik dan Kerjasama Ansor Kudus.
“Ansor harusnya tidak perlu menjadi guru bagi pemkab untuk mempelajari Perda 10/2015. Perda itu cukup jelas ditambah bunyi pasal 12,13,14 dan 15 Peraturan Bupati Kudus Nomor 6 Tahun 2019. Tentang Izin Mendirikan Bangunan sudah mengatur sedemikian rupa sehingga bangunan tersebut (karaoke.red) harusnya sudah dibongkar dan rata dengan tanah,” sambungnya.
Di sini PC GP Ansor Kudus melihat pemkab bermain-main dalam mengulur waktu dan membuat masyarakat lupa. Pemkab ataupun Satpol PP dalam hal ini patut diduga dilobby para pengusaha karaoke, sehingga berjalan lambat. Tidak perlu ada kompromi lagi dengan para pengusaha karena atura sudah jelas, diskusi pun sudah selesai dulu di awal perda ini diundangkan. Sekarang tinggal eksekusi selesai persoalan.
Satu kasus saja pemkab terlihat “loyo” apalagi PC GP Ansor Kudus benar² akan konsisten menjaga marwah relegius kota ini. Baru satu tuntutan kita bisa melihat mereka (pemkab) “memble” apalagi tuntutan kita akan berlanjut tentang miras, judi online yang menjamur, penataan hunian kos dan hotel.
“Ketika satu tuntutan saja pemkab sudah menunjukkan ketidak konsistennya bagaimana pemkab kemudian menata pemerintahannya? Apa karena perda atau perbup ini dinilai tidak penting atau hanya yang dianggap penting dan dipegang teguh hanya regulasi-regulasi yang menguntungkan secara bisnis dan politis,” lanjutnya.
PC GP Ansor pun mempertanyakan slogan relegius pemkab yang dikumandangkan dalam visi misinya. Karena slogan itu tidak terasa bagi masyarakat Kudus. Tidak ada perubahan sama sekali dari bupati musthofa, tamzil ataupun hartopo. Bupati harus mengerti dalil ”Tashorruf al-Imam ala ar-Ra’iyah manuthun bi al-Maslahah” (Kebijakan Pemerintah atas rakyat harus didasarkan pada prinsip kemaslahatan). Ini rakyat yang bersuara dan pemkab harus mendengar dan melaksanakan kemaslahatan ini. Ingat Kudus punya local wisdom yang tidak dipunyai daerah lain. Local wisdom ini pun didukung dengan perda/perbup yang ada.
Jika pemkab tidak mengindahkan seruan yang ada, jangan salahkan jika ada masyarakat yang bergerak dan melakukan tindakan sendiri.
PC GP Ansor Kudus akan sangat kritis dengan kebijakan yang ada manakala pemkab tidak sunguh-sungguh dan terkesan sebelah mata. Kita juga siap mendukung kebijakan pemkab jika kebijakan tersebut benar² dijalankan untuk maslahat ummat. 10.000 kader kita akan siap turun jika dirasa diplomasi kita dianggap remeh. Jangan salahkan kami menerjukan 10.000 kader jika aparat kurang personel. (*)