KUDUS, ansorkudus.or.ID – Ansor Kudus mempertanyakan kebijakan Pemerintah Kabupaten Kudus perihal tiadanya tradisi dandhangan tahun ini. Hal ini mengemuka pada acara Ansor Corner Club (ACC) dengan tema “Puasa Tradisi dan Ekonomi” yang digelar di MA NU Nurul Ulum Jekulo pada Jum’at malam (1/4).
Acara yang berangsung gayeng ini juga dihadiri sejumlah tokoh dan pejabat. Di antaranya, Masan, ketua DPRD Kudus, Pelaksana tugas (Plt.) Kepala Disbudpar Mutrikah, Camat Jekulo Agus Susanto, akademisi Abdul Jalil hingga kades setempat.
“Pemkab membatasi kegiatan tradisi budaya (seperti dandhangan) karena mengikuti aturan dari pemerintah pusat,” tegas Plt. Kadisbudpar yang hadir mewakili Bupati Kudus.
Disinggung soal ini, akademisi Abdul Jalil justru memberi tantangan kepada Ansor. “Kita butuh konsep cerdas dari Ansor yang sekupnya interlokal bahkan internasional untuk menata even tradisi budaya di Kudus,” katanya.
Abdul Jalil juga menjelaskan simbol kebhinekaan dan toleransi di Indonesia ada di Kudus, “Kami ingin mengembalikan alun-alun kulon di Kudus, (dulu) menara berhadapan langsung dengan klenteng sebagai simbol kebhinekaan, di tengah alun-alun ada pohon beringin. Nantinya di bawah beringin bisa diadakan even-even multi agama,” ujar Abdul Jalil.
Sementara itu, Ketua DPRD Kudus Masan menyampaikan setiap kegiatan yang berhubungan dengan ekonomi masyarakat kita beri kelonggaran asal sesuai aturan. Tapi ketika kerumunan viral dan pimpinan atasan meminta ditutup, apa tidak kasian dengan para pedagang jika terlanjur diadakan (dandhangan).
“Ide dari Pak Jalil (alun-alun kulon) akan didiskusikan di dewan, nanti kita koordinasikan dengan bupati, beri kami konsep utuhnya,” imbuhnya.
Dimintai tanggapan, Camat Jekulo Agus Susanto mengatakan sebenarnya tidak ada yang meniadakan dangdhangan. Bedug di menara itu tetap ditabuh menyambut Ramadan, yang tidak ada itu pedagangnya.
“Dengan momen ini tradisi dandhangan bisa dikembalikan sesuai rohnya seperti zaman Sunan Kudus,” kata Agus yang lebih memilih menanggapi sebagai praktisi budaya daripada sebagai camat.
Di akhir acara, Dasa Susila, ketua Ansor Kudus mengajak hadirin menggunakan momentum pandemi untuk meneruskan tradisi sesuai dengan sejarah asal mulanya.
“Kalau sahabat-sahabat Ansor tidak diberi kesempatan, tidak diajak duduk bersama stakeholder untuk berdiskusi, bagaimana bisa mengambil peran untuk melestarikan kebudayaan dan tradisi di Kudus,” tegas Dasa.
Sya’roni Puas, Presiden ACC yang memimpin jalannya diskusi, menutup acara dengan statemen “Tradisi bisa menyatukan bangsa dan menguntungkan kita bersama,”. (*)
Penulis : Gunawan TB Setiyadi
Editor : Abdul Rochim