Bagi umumnya orang, lebaran atau mudik Idul Fitri menjadi kebahagiaan tersendiri. Setelah setahun tidak bertemu keluarga, sanak saudara, kerabat dan tetangga lebaran menjadi kesempatan emas untuk melepaskan rindu dan silaturahim terhadap mereka. Namun bagi sebagian orang, seperti para jomblo, lebaran atau mudik Idul Fitri kadang justru menjadi kesempatan yang tidak nyaman dan menyesakkan. Bagaimana tidak? Di tengah kebahagiaan lebaran atau mudik Idul Fitri, ada saja orang yang tidak peka terhadap mereka dan secara tidak sadar melontarkan pertanyaan, gurauan dan bahkan bullying terhadap kejombloan mereka tanpa memberi solusi yang memungkinkan. Lalu bagaimana sikap terbaik bagi para jomblo dalam menghadapi kondisi seperti ini? Dalam hal ini menarik sekali riwayat hadits yang disampaikan oleh Abu Hurairah ra. Suatu kali ada seorang lelaki yang mengadukan keluhan terhadap Rasulullah saw. Gegaranya ia selalu mendapatkan sikap yang tidak mengenakkan dari sanak kerabatnya. Ia sudah berusaha menjalin silaturahim dan berbuat baik terhadap mereka, tapi selalu bertepuk sebelah tangan. Tak tahan memendam kejengkelan hati, ia adukan kondisi yang tidak mengenakkan hati itu kepada Rasulullah saw. Merespon aduan tersebut kemudian Rasulullah saw bersabda:
لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمْ الْمَلَّ وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنْ اللَّهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ
“Jika kamu benar seperti kondisi yang kamu katakan, maka kamu seolah menyuapi mulut mereka dengan abu yang panas, dan selama kamu berbuat demikian maka selalu akan ada penolong dari Allah yang selalu membersamaimu atas (perbuatan) mereka.” (HR Muslim).Hadits ini disebutkan dalam Kitab Riyadhus Shalihin dua kali, yaitu dalam Bab Silaturahim dan Bab Ihtimalul Adza atau menahan diri ketika disakiti. Satu sisi hadits ini menganjurkan orang untuk berbuat baik kepada orang yang menyakiti, dan satu sisi sekaligus melarang orang untuk menyakiti orang lain karena dosanya sangat besar. Merujuk penjelasan Imam An-Nawawi dalam Kitab Riyadhus Shalihin, maksud hadits adalah dosa orang yang menyakiti orang lain yang selalu berbuat baik kepadanya seperti sakitnya orang yang makan abu panas. Orang yang disakiti tapi justru membalasnya dengan kebaikan tidak berdosa dan merugi sedikitpun. Tetapi orang yang menyakiti mereka akan mendapatkan dosa yang sangat besar karena telah menyakitinya. (An-Nawawi, Riyadhus Shalihin pada Dalilul Falihin, [Beirut, Darul Ma’rifah: 2004], juz III, halaman 153).
Dari sini diketahui, ternyata menyakiti orang lain yang justru tetap mau berkunjung dan menjalin silaturahim sangat berdosa. Kepedihan dosanya seolah-olah seperti kesakitan orang yang disuapi abu panas ke mulutnya. Masyaallah. Melihat hadits berlaku umum untuk semua orang yang menyakiti orang lain, hadits ini juga berlaku bagi para jomblo dan orang yang menyakitinya. Para jomblo yang sering menjadi sasaran bullying, persekusi verbal, dan sindiran-sindiran menyesakkan hati, dianjurkan untuk tidak meladeni semua itu dengan sikap yang sama. Membalas keburukan dengan keburukan, akan tetapi bersikap biasa saja, ihtimalul adza atau menahan diri ketika disakiti, dan justru membalasnya dengan kebaikan. Tetap bertutur kata dengan baik dan menjalin silaturahim dengan mengunjungi orang yang telah memperlakukannya secara jahat. Bila respon bijak seperti ini dapat dilakukannya, maka ia termasuk minal muhsinin, yaitu golongan orang-orang yang berbuat baik dan yang dicintai oleh Allah subhanahu wata’ala, sebagainya dijelaskan dalam Al-Qur’an:
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ. آل عمران:١٣٤
Artinya, “Dan orang-orang yang menahan amarah dan memaafkan manusia lainnya. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (QS Ali Imran: 134). Ia juga termasuk orang-orang sabar yang akan mendapatkan pahala yang sangat besar. Al-Qur’an menjelaskan: وَلَمَنْ صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الأُمُورِ. الشورى:٤٣
Artikel ini telah diterbitkan oleh NU Online