KUDUS, ansorkudus.or.ID – Meskipun kiai-kiai pondok pesantren di Indonesia menolak khilafah secara politik, karena sudah punya NKRI. Tetapi sampai saat ini kita masih melanggengkan tradisi khilafah dalam bentuk yang lain, yaitu ilmu pengetahuan. Hal ini disampaikan KH Ulil Abshar Abdalla dalam Halaqah Internasional “Peradaban Walisongo untuk Kemanusiaan real halotestin yang Adil dan Beradab” di Gedung Menara Kudus pada Sabtu malam (22/07/2023).
Gus Ulil sapaan akrabnya, menyampaikan bahwa Khilafah Utsmaniyah merupakan salah satu kekhilafahan besar yang bertahan sampai awal abad 20. Secara politik, kekhalifahan yang telah menyatukan seluruh wilayah Islam dari ujung ke ujung ini runtuh pada tahun 1923, tetapi peradaban dan kebudayaan khilafah ini masih berlanjut sampai sekarang di Indonesia.
“Mengingat saat peringatan satu Abad Nahdlatul Ulama di Sidoarjo, KH Mustofa Bisri membacakan deklarasi. Di dalam deklarasi itu, salah satu tema penting adalah NKRI merupakan negara yang sah menurut syariat Islam, dan bentuk negara khilafah itu tidak sesuai lagi dengan keadaan kita saat ini,” terang Gus Ulil.
“Namun, kiai-kiai kita yang belajar di Hijaz, Makkah, dan Madinah pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 termasuk syekh Mahfud Termas itu hidup di zaman khilafah Utsmaniyah. Para Walisongo juga hidup di ujung Khilafah Utsmaniyah. Kerajaan Mataram Islam yang berpusat di Yogyakarta, dan pecah menjadi dua (di Solo dan Yogyakarta) juga hidup pada masa khilafah Utsmaniyah,” lanjutnya.
Menurut Gus Ulil, Kekhilafahan Utsmaniyah itu memiliki dua unsur. Pertama adalah unsur politik (khilafah siyasiyah), yaitu negara. Kedua khilafah tsaqafiyah madaniyah yaitu kebudayaan dan peradaban.
Kemudian Gus Ulil menyebut bahwa sampai sekarang ulama pondok pesantren masih melanggengkan dan mengajarkan ilmu-ilmu yang dahulu berkembang pada masa khilafah Turki Usmani.
“Segala ilmu yang sekarang ini diajarkan di pondok pesantren mulai dari ilmu alat, nahwu, shorof, balaghah, arudl, fiqih, tafsir, hadits, tasawuf, ilmu kalam, itu semuanya ilmu yang dulu berkembang salah satunya di masa Turki Usmani,” tandasnya.
Lanjutnya, di Indonesia ilmu-ilmu tersebut saat ini diwarisi dan diajarkan hanya di pondok pesantren. “Tidak ada lembaga lain di Indonesia yang mewarisi ilmu-ilmu ini selain pondok pesantren,” terangnya.
Gus Ulil menekankan bahwa memang Nahdlatul Ulama (NU) secara politik loyal kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tetapi secara kebudayaan dan peradaban, terutama dalam peradaban ilmu pengetahuan NU sebetulnya melanjutkan peradaban Turki Usmani.
“Jadi yang berhak meneruskan Turki Usmani ini ya kita (NU), bukan teman-teman HTI. Mereka tidak tahu apa-apa. Pewaris Khilafah Utsmaniyah ya kita (NU), karena kita yang meneruskan tradisi peradaban Turki Usmani,” tegasnya.
Penulis : Ahmad Syarif
Editor : Gunawan TB Setiyadi